"Hey aku membuat gambar untukmu" - uangkapku.
"Apakah sebuah sketsa?bisakah aku melihatnya?" - balasnya sangat antusias.
"Kau menginginkan sebuah sketsa?kupikir kau tak tertarik dengan hal semacam itu. Terlalu klasik bukan?"
"Tidak. Aku menyukainya. Apalagi kau yang buat. Aku lebih menyukai itu"
"Tapi-- aku tidak sedang membuatkan kau sebuah sketsa parasmu"
"Lalu?"
"Kau terlalu tampan untuk ku gambar. Terlalu tajam menyilaukan mata. Aku tak memiliki keberanian"
"Kau ini bicara apa?kau hebat. Aku selalu menyukai karyamu"
"Ha ha ha" -- aku tertawa namun ia hanya diam melihatku dengan cemas.
"Kau meragukanku?" -- ungkapnya "atau kau meragukan dirimu sendiri?"
Aku menghentikan tawaku. "Tidak. Aku tidak sedang meragukan apapun. Kau tau, kau adalah pembuat kata terpandai yang pernah aku tau"
"Ayolah. Aku tidak sedang memujimu. Aku hanya berusaha bicara sesuai realitas"
"Baiklah" -- ujarku singkat.
"Hanya baiklah?itu saja" wajahnya tampak berubah. Tak lagi antusias seperti pertama kita bicara. Semurung apapun ia selalu terlihat tampan di mataku. Iya-- ia sangat tampan. Terlalu tampan untuk sosok yang aku kagumi.
"Kau tak mau tunjukkan?" -- ujarnya sedikit memelas.
"Bukan aku tak mau tunjukkan. Tapi ini tentang takdir yang aku takutkan"
"Takdir yang kau takutkan?"
"Gambar itu memperlihatkan dirimu. Tidak denganku. Namun bersama orang lain"
Ia diam seolah perkataan ku adalah benar.
"Kau tau, kau diam seolah bicaraku ini benar" -- sindirku
"Bagaimana bisa kau membuat gambar itu?" -- ujarnya bertanya sedikit ragu.
"Aku tidak mengerti. Aku hanya berusaha menggambar namun seperti itulah hasilnya"
"K-kau mungkin memikirkan hal itu sebelumnya"
"Tidak. Bahkan tidak pernah sedikitpun aku memikirkan hal itu"
"Hey aku tak akan meninggalkanmu. Kau harus tau itu" -- ujarnya lalu memelukku.
Pelukan nya begitu hangat. Tak ingin aku melepas itu. Namun pikiran ku masih menyeringai memikirkan hal yang lebih dari gambar yang aku buat. Aku tidak mengeti namun aku tau semua itu akan nyata. Aku tau. Dan suatu saat nanti ia akan meninggalkanku. Dan yang harus aku mengerti adalah menerima ketika ia akan bersama dengan orang lain. Aku tak membalas bicaranya. Aku hanya menangis menikmati pelukan terbaik selama aku bersamanya.
"Kau tau, kau wanita terkuat yang pernah aku tau. Kau akan lebih kuat lebih daripada ini. Kau tak usah meragukan ku" -- ujarnya
"Bicaramu seolah akan meninggalkan aku" -- jawabku sembari melepas pelukannya.
"T-tidak. Bakar saja gambar mu itu. Aku tak jadi ingin melihatnya. Akan menyakitkan"
"Hey aku tidak perlu melakukan itu bukan. Kau hanya perlu berjanji untuk tidak meninggalkanku. Itu saja" -- aku berucap terlihat sedikit memaksakan. Bagaimana bisa aku berucap seperti itu sedangkan aku dan dia tak pernah sedikitpun menjalin cinta. Aku hanya mengaguminya. Dasar bodoh. "Mm-maksud ku kau boleh meninggalkanku kapanpun. Tanpa ragu. Tanpa kau pedilikan aku. Aku siap"
"Kau ini bicara apa" -- ujarnya tertawa sembari mengusap air mataku lalu nengacak-acak rambutku.
Aku akan merindukan hal ini. Aku hanya perlu menjadi teman terbaik untuknya. Apapun itu yang terpenting adalah yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar